Menteri Susi dan Jeritan Nelayan
AKSI massa yang dilakukan nelayan di daerah-daerah harusnya menjadi perhatian serius oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dengan jamaknya demonstrasi para nelayan tersebut, menunjukkan kebijakan-kebijakan yang digelontorkan oleh pemilik Susi Air ini tidak pro terhadap nelayan.
Umumnya, para nelayan tersebut menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Terlebih lagi, Menteri Susi tersebut tidak mencantumkan alat tangkap ikan apa yang dapat digunakan para nelayan akibat adanya peraturan itu. Karena itu, para nelayan menganggap mantan Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti Marine Product tersebut hanya melarang tanpa memberikan solusi.
Beberapa hari yang lalu misalnya, tak kurang dari 100 nelayan Kota Bengkulu yang tergabung dalam Jangkar Mas melakukan demo sembari peraturan tersebut dicabut. Belum lagi, beberapa para nelayan ditangkap dan kapalnya ditenggelamkan karena menggunakan trawl. Padahal, para nelayan itu mengaku selama ini tidak pernah mendapatkan sosialisasi perbedaan antara trawl dan cantrang.
Mereka bilang, nelayan mencari ikan bukan untuk mencari kekayaan, melainkan untuk biaya hidup anak dan istri serta biaya sekolah anak-anaknya.
Tak hanya di Bengkulu, puluhan nelayan dari di Jatim ternyata juga menggelar aksi protes menolak kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti tersebut. Mereka bahkan meminta Presiden Jokowi memecat Menteri yang lahir di Pangandaran, 1965 lalu itu. Pasalnya, mereka menilai Menteri Susi sudah tidak pro kepentingan nelayan.
Selain menolak Permen No 2 tahun 2015, para nelayan tersebut juga meminta agas peraturan No 1 tahun 2015 dicabut. Dimana, peraturan tersebut menegaskan para nelayan dilarang untuk menangkap lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla) dan Rajungan (Portunus Pelagicus) dalam kondisi bertelur. Dengan adanya peraturan tersebut, nelayan Indonesia dianggap sebagai pencuri yang harus berhadapan dengan penegak hukum.
Di Malang pun demikian. Para nelayan yang ada di Malang menyampaikan alat pukat tarik yang digunakan selama ini memang sudah turun temurun digunakan nenek moyang nelayan. Jika dilarang, maka akan ada jutaan nelayan yang kehilangan pekerjaan.
Selain Bengkulu, Malang, Jatim, demonstrasi lainnya juga dilakukan para nelayan yang ada di Jawa Tengah. Bahkan, bisa dibilang demo tersebut terjadi hampir di semua daerah. Bahkan, para nelayan tersebut juga sempat menyambangi istana negara untuk menyampaikan aspirasinya. Bisa disimpulkan, semua nelayan tersebut merasa sangat terbebani dengan aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Susi tersebut. Karena itu, mereka menuntut agar Jokowi mencopot Menteri Susi.
Menteri Susi sendiri tak gentar menghadapi jamaknya penolakan atas kebijakannya tersebut. Bahkan, ia menyatakan pemerintah pusat tidak akan memberikan bantuan kepada nelayan jika masih menggunakan trawl (pukat harimau).
"Kalau masih ada trawl kita tidak akan beri bantuan, sita jaringannya. Pemerintah harus kerja, saya akan tarik seluruh bantuan kalau masih ada trawl," ujar Susi seperti dilansir dari Setkab.
Selain itu, enggannya mencabut aturan pelarangan alat tangkap cantrang yang terkandung dalam Permen Nomor 2 Tahun 2015 karena Permen tersebut tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya. DImana, Perpres tentang pelarangan penggunaan cantrang sebenarnya sudah ada sejak 1980. Karena itu, Permen tersebut menurutnya bukan buatan dia, melainkan hanya penegasan dari Perpres tersebut.
Susi mengungkapkan, pemerintah juga telah memberi anggaran pasca penerapan kebijakan tersebut. Tak hanya itu, ia bilang dari peta kelautan dan perikanan di Indonesia. Sudah jelas wilayah-wilayah yang mana saja yang dilarang menggunakan alat tangkap cantrang.
Ia menilai, pelarangan alat tangkap cantrang bukan ditujukan untuk mematikan bisnis para nelayan atau pengusaha di sektor kelautan dan perikanan. Akan tetapi lebih kepada menyelamatkan keberadaan para nelayan. Karena 10-20 tahun ke depan, jika alat tangkap yang berbahaya tersebut masih digunakan, orang tidak mau jadi nelayan karena SDA-nya sudah tidak ada lagi.
Pasalnya, dengan alat tangkap tersebut semuanya diambil, dasar laut dikeruk. Parahnya lagi, kata Susi, trawl itu kebanyakan yang dibuang dibandingkan diambil. Dari 5 ton itu yang diambil 4 ton. Singkatnya, peraturan tersebut selain untuk melindungi laut Indonesia beserta SDA-nya, lanjut Susi, juga untuk melindungi nelayan itu sendiri. (**)
Tedi Cho
Warga Nusantara
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc